Al-Taher: Solusi Dua Negara "Mati" Akibat Ekspansi Brutal Zionis
Sekretaris Jenderal Konferensi Nasional Arab Serukan Kebangkitan Kembali Persatuan Arab dan Tolak Rencana AS–Israel untuk Masa Depan Gaza
Palestina, FAKTAGLOBAL.COM – Maher al-Taher, Sekretaris Jenderal Konferensi Nasional Arab, menegaskan bahwa apa yang disebut sebagai solusi dua negara sudah tidak lagi memungkinkan akibat ekspansi permukiman ilegal Zionis yang belum pernah terjadi sebelumnya di seluruh Tepi Barat yang diduduki.
Dalam wawancara dengan Al Mayadeen, al-Taher menyatakan bahwa dengan lebih dari satu juta pemukim ilegal kini tinggal di Tepi Barat, gagasan untuk mendirikan negara Palestina merdeka telah menjadi “mustahil secara faktual di lapangan.”
Ia menggambarkan perjuangan Palestina — dan dunia Arab secara keseluruhan — sebagai pertarungan eksistensial melawan proyek Zionis yang bertujuan memecah-belah dan melemahkan seluruh negara Arab.
Al-Taher menekankan bahwa Mesir tetap menjadi “hadiah utama” dalam rencana hegemoni regional tersebut.
Menghidupkan Kembali Persatuan Arab untuk Melawan Fragmentasi
Al-Taher menekankan pentingnya menghidupkan kembali pemikiran nasionalisme Arab dan memperkuat kembali semangat identitas pan-Arab sebagai satu-satunya jalan untuk menghadapi perpecahan dan ketergantungan.
Ia menyerukan evaluasi kritis terhadap pengalaman sejarah gerakan nasionalis Arab dan mendorong modernisasi kerangka ideologinya agar sesuai dengan tantangan zaman kontemporer.
Al-Taher juga menyoroti bahwa ketiadaan demokrasi, lemahnya struktur sosial, serta perpecahan internal yang mendalam telah berkontribusi terhadap melemahnya posisi kolektif dunia Arab dalam menghadapi agenda Zionis.
Dalam konteks perjuangan Palestina, ia menegaskan bahwa persatuan nasional sejati hanya dapat dicapai melalui komitmen terhadap perlawanan dan prinsip-prinsip nasional yang tak tergoyahkan.
Menolak Visi AS–Israel untuk Masa Depan Gaza
Mengenai masa depan Gaza, al-Taher dengan tegas menolak rencana yang dipaksakan oleh Amerika Serikat dan Zionis terkait apa yang disebut sebagai “hari setelah” di Jalur Gaza.
Ia menegaskan bahwa pemerintahan Gaza harus sepenuhnya berada di tangan rakyat Palestina, dan tidak ada pengaturan politik apa pun yang dapat diterima tanpa penarikan penuh pasukan pendudukan Israel.
Rencana “Stabilisasi” Washington Ditolak Secara Luas
Usulan AS–Israel saat ini mengenai tata kelola Gaza berfokus pada upaya menyingkirkan Perlawanan Palestina dan memberlakukan pemerintahan yang diawasi dari luar.
Rencana tersebut mencakup pembentukan apa yang disebut sebagai “komite teknokrat Palestina non-politis” yang akan dikelola oleh dewan internasional di bawah pimpinan Amerika Serikat.
Rencana ini juga menyerukan pelucutan senjata faksi-faksi Perlawanan Palestina serta pengerahan pasukan asing — langkah-langkah yang secara luas ditolak oleh kelompok-kelompok Palestina karena dianggap sebagai perpanjangan pendudukan dan pelanggaran terhadap kedaulatan Palestina.
Menurut tiga pejabat yang terlibat, Komando Pusat AS (U.S. Central Command) memimpin upaya pembentukan Pasukan Stabilisasi Internasional (ISF) yang terdiri dari kepolisian Palestina yang baru dilatih dan unit militer dari negara-negara Arab serta mayoritas Muslim.
Sejumlah negara Arab dan Eropa telah menyatakan penolakan terhadap rencana ini, memperingatkan bahwa langkah tersebut akan secara permanen merusak kedaulatan Palestina.
Kekhawatiran yang diungkapkan meliputi risiko pengusiran paksa, pembentukan zona demiliterisasi di bawah kendali Israel, dan dikeluarkannya struktur pemerintahan Palestina dari proses tersebut.
Pernyataan al-Taher memperkuat konsensus regional yang semakin luas bahwa perjuangan Palestina tidak dapat direduksi menjadi kerangka kerja yang dipaksakan atau proyek yang dipimpin asing, melainkan harus tetap berakar pada perlawanan, kedaulatan, dan persatuan dunia Arab. (FG)


