Analisis Carnegie: Opsi Militer untuk Lucuti Senjata Hizbullah Akan Jadi Bencana
Young menggambarkan kunjungan terbaru pejabat AS ke Beirut sebagai kegagalan diplomatik yang mengungkap menurunnya pengaruh Washington di Lebanon
Lebanon, FAKTABERITAGLOBAL.COM - Sebuah komentar oleh Michael Young untuk Carnegie Endowment menggambarkan kunjungan terbaru pejabat AS ke Beirut sebagai kegagalan diplomatik yang mengungkap menurunnya pengaruh Washington di Lebanon.
Delegasi tersebut terdiri dari utusan Tom Barrack, mantan utusan Morgan Ortagus, Senator Lindsey Graham dan Jeanne Shaheen, serta Anggota Kongres Joe Wilson.
Alih-alih mendorong dialog, kunjungan ini justru memicu kemarahan. Barrack menghina pers Lebanon dengan menyebutnya “bersifat kebinatangan,” sementara Graham mengeluarkan ancaman keras: “Jangan tanya saya soal apa yang akan dilakukan Israel sebelum kalian melucuti senjata Hezbollah.”
Rencana Pelucutan Senjata Hizbullah Gagal Total
Menurut Young, Barrack kembali dari “Israel” dengan tangan kosong. Tel Aviv menolak mengurangi serangan atau menarik diri dari wilayah pendudukan di selatan Lebanon, sehingga rencana pelucutan senjata tanpa adanya timbal balik menjadi tak bernilai.
Pemerintah Lebanon dengan cepat menolak proposal tersebut beserta tenggat waktu akhir tahun yang dianggap tidak realistis. Penolakan ini semakin meruntuhkan kredibilitas Washington di Beirut.
Young mencatat posisi Barrack kini goyah, dengan dukungan minim dari pemerintahan AS.
Ortagus—yang kembali bersama kepala baru Komando Pusat AS—diperkirakan akan mengambil peran lebih menonjol dalam pembicaraan ke depan, namun perpecahan internal di Washington jelas terlihat.
Ancaman Militer Berbahaya terhadap Hezbollah
Pernyataan Graham menunjukkan eskalasi berbahaya dalam pemikiran AS:
“Jika kita tidak dapat mencapai solusi pelucutan senjata Hezbollah secara damai, maka kita perlu melihat rencana B. Rencana B adalah melucuti senjata Hezbollah dengan kekuatan militer.”
Pernyataan ini menandakan kesediaan Washington mempertimbangkan opsi militer—langkah yang sarat risiko besar.
Panglima Angkatan Darat Lebanon Rudolph telah memperingatkan akan mengundurkan diri jika diminta memimpin perang melawan Hezbollah.
Kedekatannya dengan Presiden Joseph Aoun menunjukkan keduanya memiliki pandangan yang sama menolak konflik internal.
Pengalaman sejarah—seperti kegagalan pelucutan senjata pada 1980-an dan pertempuran panjang di kamp pengungsi Palestina Nahr al-Bared—membuktikan militer Lebanon kemungkinan besar tidak akan bertahan utuh dalam konfrontasi tersebut.
Serangan terhadap Hezbollah justru akan memobilisasi dukungan luas dari komunitas Syiah untuk perlawanan.
Bunuh Diri Politik
Sejumlah think tank di Washington, termasuk Washington Institute, mendukung sikap Senator Graham dengan mengusulkan agar bantuan dan rekonstruksi AS dipersyaratkan pada pelucutan senjata Hizbullah.
Michael Young menentang pendekatan ini dan menegaskan bahwa tekanan seperti itu tidak akan memperkuat kedaulatan Lebanon—justru akan memicu perang saudara.
Young menutup tulisannya dengan menyatakan Lebanon akan melakukan “bunuh diri politik” jika tunduk pada seruan perang internal melawan Hezbollah. Ia mengingatkan bahwa AS berulang kali meninggalkan sekutunya setelah perang berlangsung lama tanpa kemenangan:
“Tidak ada alasan bagi rakyat Lebanon untuk menghancurkan diri mereka sendiri demi menyelamatkan diri mereka secara semu.”
Peristiwa ini semakin menegaskan kesia-siaan kampanye tekanan eksternal terhadap Hizbullah dan memperkuat posisinya sebagai pilar utama pertahanan dan stabilitas Lebanon. (FBG)