Ancaman Trump ke Venezuela Picu Perpecahan di Kalangan Pendukung MAGA
Ideologi ‘America First’ Hadapi Ujian Terbesar pasca Washington Isyaratkan Eskalasi Asing Baru
Amerika Serikat, FAKTAGLOBAL.COM — Seruan Presiden Amerika Serikat Donald Trump tentang kemungkinan serangan darat terhadap Venezuela telah memecah koalisi America First yang ia bangun berdasarkan penolakan terhadap keterlibatan asing.
Seruan ini sekaligus membangkitkan kembali kekhawatiran tentang munculnya “perang selamanya” yang mengingatkan pada invasi AS ke Irak.
Berbicara pada Hari Selasa, Trump mengisyaratkan tidak hanya intervensi di Venezuela tetapi juga kemungkinan serangan terhadap negara lain. Hal itu mengguncang kelompok anti-intervensi dalam gerakan MAGA yang khawatir Washington sedang mempersiapkan petualangan perubahan rezim dengan nama baru.
Para penentang dari dalam basis pendukung Trump memperingatkan bahwa operasi terhadap Presiden Venezuela Nicolás Maduro dapat menyeret AS ke dalam konflik regional berkepanjangan, mengacaukan Amerika Latin, dan menghancurkan sisa-sisa kredibilitas anti-perang Trump.
Republikan Ubah Narasi soal Intervensi
Meski selama bertahun-tahun mengkritik perang AS di Asia Barat, sejumlah sekutu Republik kini membela gagasan menyerang Venezuela. Mereka berargumen bahwa operasi di Belahan Barat lebih mudah dibenarkan dan mengklaim tujuannya bukan perubahan rezim, melainkan sekadar “menyesuaikan” kepemimpinan di Caracas tanpa mengubah struktur politiknya.
Alex Gray, mantan kepala staf Dewan Keamanan Nasional, menegaskan bahwa Trump tidak sedang “bermain Tuhan” dengan pemerintahan asing, menggambarkan langkah itu sebagai pengalihan strategi AS ke arah “kepentingan inti Amerika”.
Ia menyatakan bahwa Venezuela kini menjadi pusat agenda geopolitik Washington.
Peningkatan Penempatan Militer Tingkatkan Tekanan
Meski pemerintahan Trump membantah soal rencana mereka paksakan perubahan rezim di Venezuela, Washington terus melontarkan tuduhan terhadap Presiden Maduro.
Tuduhan-tuduhan yang telah lama dikenal sebagai bagian dari perangkat propaganda AS terhadap pemerintah yang menolak pengaruh Washington.
Penempatan satu gugus kapal induk dan 15.000 tentara AS ke wilayah tersebut semakin memicu dugaan bahwa serangan mungkin sudah dekat. Dua orang yang mengetahui percakapan pribadi Trump dengan Maduro mengatakan bahwa presiden AS itu mengancam secara langsung, menuntut Maduro mengundurkan diri atau menghadapi “konsekuensi”.
Seorang sumber lain yang mengetahui diskusi internal mengatakan kepada Politico: “Tidak ada yang lebih agresif daripada presiden dalam hal ini… ini datang langsung dari puncak.”
Tokoh Anti-Perang MAGA Peringatkan Bencana seperti Irak
Bagi sayap anti-intervensi MAGA, sikap Trump menandai titik balik ideologis. Banyak yang berharap pemerintahan Trump memprioritaskan isu domestik daripada agresi luar negeri.
Para skeptis kini berharap setiap tindakan terbatas seperti serangan AS terhadap Iran, bukan invasi darat berskala penuh — tindakan yang akan melanggar prinsip dasar gerakan America First.
Seorang mantan penasihat senior Trump memperingatkan:“Jangan sampai kita berubah menjadi George W. Bush, dan sebelum sadar kita sudah ikut campur dengan Venezuela.”
Bahkan Wakil Presiden JD Vance, yang sebelumnya keras mengkritik intervensi asing, kini mengubah nada, membela serangan terbatas dan menggambarkan tindakan di Venezuela sebagai upaya menghadapi “narko-teroris”.
Dampak Regional dan Risiko Destabilisasi
Para penentang campur tangan AS memperingatkan bahwa menjatuhkan Maduro dapat memicu gelombang migrasi, memperkuat jaringan kriminal, dan mengguncang pasar energi global — dampak yang menggemakan bencana pascaperang Irak.
Ian Bremmer dari Eurasia Group menegaskan bahwa Trump tidak pernah berkampanye untuk perubahan rezim, menyebut aksi militer sepihak sebagai “gagasan NeoKon… yang telah kehilangan kredibilitas di seluruh dunia.”
Beberapa analis konservatif berpendapat Trump pada akhirnya bisa mundur. Curt Mills dari The American Conservative mengatakan Trump mungkin menyimpulkan bahwa eskalasi militer akan menjadi “bencana yang sedang dipersiapkan”.
Ujian bagi Washington: Keuntungan dan Kekuasaan
Dalam rapat Kabinet, para pejabat AS mereduksi pertanyaan soal perang menjadi kalkulasi transaksional.
Menteri Luar Negeri Marco Rubio — sejak dulu pendukung tindakan agresif terhadap Venezuela — mengatakan: “Apakah ini akan membuat kita lebih kaya? Apakah ini akan membuat kita lebih aman? Jika iya, dia mendukungnya.”
Pernyataan itu menegaskan apa yang selama ini disampaikan Caracas dan negara-negara Global Selatan: intervensi AS tidak didorong oleh demokrasi atau kemanusiaan, tetapi oleh kalkulasi strategis dan ekonomi. (FG)


