AS Lindungi Kejahatan Perang Israel Meski Ada Peringatan Internal
Meskipun ada peringatan keras tersebut, pemerintahan Trump tetap melindungi entitas Zionis, serta memberikan perlindungan politik, militer, dan diplomatik bagi Israel.
Palestina, FAKTAGLOBAL.COM — Penilaian intelijen Amerika Serikat mengungkapkan bahwa para penasihat hukum senior tentara Israel berulang kali memperingatkan bahwa tindakan Tel Aviv di Gaza dapat dikategorikan sebagai kejahatan perang, menurut laporan mendalam Reuters yang mengutip lima mantan pejabat AS.
Informasi rahasia yang dikumpulkan sepanjang tahun pertama serangan Israel terhadap Gaza itu menunjukkan adanya kekhawatiran serius di dalam tubuh hukum militer Israel sendiri terkait dengan penargetan yang disengaja terhadap warga sipil dan pekerja kemanusiaan.
Salah satu mantan pejabat AS menggambarkan peringatan internal tersebut sebagai “intelijen paling mengkhawatirkan” yang pernah disampaikan kepada para pembuat kebijakan senior di Washington sejak perang dimulai pada Oktober 2023.
Peran AS dalam Menutupi Kejahatan Israel
Alih-alih mencegah terjadinya kejahatan perang, Washington justru dilaporkan memfasilitasi upaya untuk menutupinya.
Sumber-sumber mengonfirmasi bahwa pemerintahan AS bekerja menekan berbagai platform internasional agar menghapus bukti visual atas kekejaman Israel dari ruang publik — termasuk ratusan video yang merekam pemboman, eksekusi, dan penyiksaan di Gaza.
Intervensi langsung ini bertepatan dengan laporan resmi pemerintah AS pada Mei 2024 yang untuk pertama kalinya mengakui adanya “kekhawatiran yang wajar” bahwa Israel telah melanggar hukum humaniter internasional. Namun, Washington dengan sengaja tidak mengambil langkah hukuman atau meninjau ulang bantuan militernya kepada Tel Aviv.
Peristiwa ini kembali menegaskan keterlibatan Washington dalam genosida, di mana AS bertindak bukan sebagai pengamat netral, melainkan sebagai pelaku utama yang memungkinkan Israel melakukan kejahatan tersebut.
Krisis Hukum Israel dan Penindasan terhadap Pelapor
Pengungkapan ini kini memicu gejolak di dalam tubuh militer Israel sendiri. Mayor Jenderal Yifat Tomer-Yerushalmi, pejabat hukum tertinggi tentara Israel, mengundurkan diri setelah dituduh membocorkan rekaman yang memperlihatkan kekerasan seksual terhadap seorang tahanan Palestina di kamp penahanan Sde Teiman.
Rekaman bocor tersebut — yang disebut sebagai salah satu dari beberapa video yang mendokumentasikan penyiksaan sistematis terhadap tahanan — menunjukkan tentara pendudukan bertopeng menggiring seorang tahanan yang terikat dan ditutup matanya di balik perisai anti huru-hara sebelum menyerangnya.
Catatan medis kemudian mengonfirmasi adanya luka parah di bagian dalam tubuh korban, termasuk usus yang robek dan tulang rusuk patah.
Alih-alih menyelidiki para pelaku, otoritas Israel justru menuntut Tomer-Yerushalmi atas tuduhan “penyalahgunaan kepercayaan” dan “menghalangi keadilan,” yang secara luas dipandang sebagai upaya untuk membungkam potensi pelapor lain di dalam komando militer.
Upaya Penutupan dan Dugaan Percobaan Bunuh Diri
Beberapa hari setelah kebocoran video tersebut, Tomer-Yerushalmi dikenai tahanan rumah selama sepuluh hari dan dilarang menghubungi tersangka lainnya. Tak lama kemudian, ia dilarikan ke rumah sakit setelah diduga mengalami overdosis obat, ditemukan di rumahnya setelah sempat menghilang.
Sebuah telepon genggam miliknya kemudian ditemukan terendam di dekat Pantai Tsuk, Tel Aviv, dengan berisi foto pribadi yang mengonfirmasi kepemilikan perangkat tersebut.
Pihak berwenang menduga insiden itu merupakan upaya bunuh diri di tengah tekanan dari pejabat tinggi yang berusaha menekan pengungkapan lebih lanjut tentang kejahatan Israel di fasilitas penahanan.
Kejahatan Perang di Balik Narasi “Gencatan Senjata”
Peristiwa ini semakin memicu kekhawatiran internasional atas penghancuran sistematis Gaza yang terus berlanjut meski ada klaim tentang “gencatan senjata.”
Laporan menunjukkan bahwa pasukan pendudukan Israel menggunakan kelaparan, pemboman massal, dan penahanan sewenang-wenang sebagai alat perang — tindakan yang secara jelas melanggar Konvensi Jenewa.
Sementara itu, Washington terus menghalangi penyelidikan internasional, khususnya yang dipimpin oleh Mahkamah Pidana Internasional (ICC), sambil memastikan kekebalan Tel Aviv melalui jalur diplomatik.
Pola Kekebalan Tanpa Akuntabilitas
Peringatan internal dari penasihat hukum militer Israel, pembungkaman terhadap pelapor, dan peran langsung pemerintah AS dalam penyensoran membentuk pola yang konsisten: sebuah sistem terkoordinasi yang dirancang untuk melindungi para penjahat perang, bukan warga sipil.
Ketika Poros Perlawanan dan negara-negara independen terus menyerukan keadilan, pengungkapan terbaru ini menambah bukti kuat bahwa kampanye Israel di Gaza bukanlah perang pertahanan, melainkan genosida yang didukung Amerika Serikat — dijalankan di bawah kedok manipulasi hukum dan permainan politik. (FG)


