Hamas: Israel Langgar Gencatan Senjata Gaza Lebih dari 800 Kali
Dr. Ghazi Hamad menyatakan pelanggaran yang disengaja selama 66 hari bertujuan memaksakan realitas baru berbasis pembunuhan dan teror, memperingatkan gencatan senjata di ambang runtuh
Palestina, FAKTAGLOBAL.COM — Pimpinan senior Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) sekaligus anggota delegasi perunding, Dr. Ghazi Hamad, menyatakan bahwa pendudukan Israel telah melakukan lebih dari 813 pelanggaran terhadap perjanjian gencatan senjata di Jalur Gaza sejak perjanjian tersebut mulai berlaku.
Dalam konferensi pers pada Selasa, Hamad mengingatkan bahwa gencatan senjata ditandatangani pada 9 Oktober 2025 dengan kehadiran mediator dari Mesir, Qatar, Turki, dan Amerika Serikat. Ia menegaskan bahwa peran para mediator mewajibkan mereka untuk turun tangan mencegah runtuhnya perjanjian.
Ia menyebutkan bahwa gencatan senjata telah berjalan selama 66 hari, menekankan bahwa ketentuan-ketentuannya “jelas, rinci, dan tidak membuka ruang bagi penafsiran ganda,” namun pendudukan telah memanipulasi, melanggar, atau mengelabui setiap pasal tanpa terkecuali.
Hamas Tegaskan Kepatuhan Penuh terhadap Perjanjian
Hamad menegaskan bahwa Hamas telah mematuhi seluruh ketentuan gencatan senjata secara penuh sejak hari pertama pelaksanaannya.
Ia mencatat bahwa para mediator yang memantau perkembangan di lapangan di Gaza dapat membuktikan bahwa tidak ada satu pun pelanggaran yang dilakukan oleh Hamas selama masa berlakunya perjanjian, sementara seluruh pelanggaran yang terdokumentasi berasal dari pihak pendudukan.
Pelanggaran Terencana dan Sistematis oleh Pendudukan
Hamad menggambarkan pelanggaran Israel sebagai terencana dan sistematis, menegaskan bahwa sifatnya yang berulang menunjukkan adanya keputusan resmi dari pemerintah dan militer pendudukan, bukan insiden-insiden terpisah.
Ia menyebutkan bahwa pelanggaran tersebut mencakup pembunuhan dan eksekusi lapangan, penembakan terhadap warga sipil, pemboman udara dan artileri, pembunuhan terarah, penangkapan, serta invasi militer berulang di seluruh Jalur Gaza.
Ia juga menyoroti pelanggaran berulang terhadap “garis kuning” yang disepakati, di samping pelanggaran serius terkait bantuan kemanusiaan dan penutupan terus-menerus Perlintasan Rafah.
Menurut Hamad, jumlah pelanggaran mencapai rata-rata hampir 25 pelanggaran per hari, tingkat yang ia sebut sangat berbahaya dan menjadi ancaman langsung terhadap kelangsungan gencatan senjata.
Korban Sipil Ungkap Skala Pelanggaran
Hamad menyatakan bahwa sekitar 400 warga Palestina telah gugur sejak dimulainya gencatan senjata, dengan lebih dari 95 persen merupakan warga sipil, termasuk anak-anak dan perempuan. Ia menambahkan bahwa keluarga-keluarga utuh telah dimusnahkan.
Ia merinci bahwa distribusi para korban mencakup 36% anak-anak, 15% perempuan, 4% lansia, dan 37% laki-laki sipil, menegaskan bahwa warga sipil tetap menjadi korban utama meskipun gencatan senjata masih berlaku.
Hamad juga menyebutkan bahwa Hamas telah menyerahkan nama dan usia para syuhada kepada ruang pemantauan bersama untuk mendokumentasikan fakta-fakta tersebut.
Ia menambahkan bahwa meskipun terdapat sejumlah pejuang perlawanan di antara para korban, penargetan terhadap mereka selama gencatan senjata berlangsung tetap merupakan pelanggaran, serta klaim Israel untuk membenarkan serangan tersebut tidak disertai bukti.
Pelanggaran “Garis Kuning” dan Zona Tembak Permanen
Hamad menyatakan bahwa pasukan Israel berulang kali melintasi “garis kuning” yang disepakati di seluruh wilayah Jalur Gaza, dan membentuk apa yang ia sebut sebagai zona kendali tembakan permanen.
Ia menjelaskan bahwa zona-zona tersebut melampaui batas yang disepakati secara signifikan—mencapai 700–1.000 meter di Gaza Utara, 1.300 meter di Kota Gaza, 1.150 meter di wilayah tengah, 1.100 meter di Khan Younis, dan sekitar 1.000 meter di Rafah—yang mengakibatkan jatuhnya korban sipil di area-area tersebut.
Ia juga melaporkan adanya penghancuran dan ledakan harian, dengan sekitar 145 rumah dihancurkan sejak gencatan senjata dimulai, serta 392 operasi pemboman dan penargetan, 46 invasi militer, dan 229 insiden penembakan.
Hambatan Bantuan, Gencatan Senjata di Ambang Bahaya
Hamad menyoroti pelanggaran berkelanjutan terkait bantuan kemanusiaan, termasuk penutupan Perlintasan Rafah, pembatasan evakuasi medis, serta pencegahan masuknya alat berat dan material rekonstruksi ke Gaza.
Ia menyebutkan bahwa sejumlah organisasi internasional, termasuk UNRWA, telah mengonfirmasi bahwa ribuan ton bantuan masih tertahan di Al-Arish dan di sisi Mesir, tanpa diizinkan masuk ke Jalur Gaza. Ia juga mencatat bahwa pendudukan gagal memberikan informasi mengenai warga Palestina yang hilang, baik syuhada maupun tahanan, sehingga nasib banyak dari mereka tetap tidak diketahui.
Hamad memperingatkan bahwa pelanggaran-pelanggaran yang disengaja dan berkelanjutan ini menempatkan gencatan senjata “di ambang runtuh,” dan menyerukan kepada para mediator di Mesir, Qatar, dan Turki, bersama pemerintahan Amerika Serikat, untuk mengambil langkah-langkah mendesak guna menegakkan perjanjian dan mencegah kegagalannya. (FG)



