Iran Peringatkan AS di Tengah Eskalasi Militer: Setiap Tindakan Bermusuhan Akan Dibalas
Iran mengecam meluasnya kehadiran militer Amerika Serikat di Teluk sebagai tindakan intimidasi dan bersumpah untuk memberikan perlawanan tegas terhadap upaya pengepungan dan perang psikologis.
Iran, FAKTABERITAGLOBAL.COM – Iran dengan tegas mengecam pengerahan militer terbaru Amerika Serikat di kawasan Teluk, menyebutnya sebagai tindakan intimidasi dan destabilisasi regional.
Menteri Pertahanan Brigadir Jenderal Aziz Nasirzadeh menegaskan pada hari Kamis bahwa Republik Islam sepenuhnya siap mempertahankan kedaulatannya dari apa yang dipandangnya sebagai perang psikologis dan militerisasi yang dilakukan Washington.
“Iran siap membela negaranya tanpa memandang pergerakan pesawat kargo AS menuju kawasan,” tegas Nasirzadeh, sambil menyerukan lembaga-lembaga nasional untuk tetap teguh menghadapi tekanan.
Ia menuduh Washington melakukan manuver — termasuk penerbangan tanker, operasi pengintaian, dan pengerahan angkatan laut — untuk menebar ketakutan di kalangan rakyat Iran. Setiap tindakan bermusuhan, ia memperingatkan, “tidak akan dibiarkan tanpa balasan.”
Pengerahan Militer AS dan Pakta Qatar
Menurut Newsweek dan media AS lainnya, langkah-langkah militer terbaru Washington mencakup pengerahan besar-besaran tanker pengisian bahan bakar udara KC-135, skuadron jet tempur canggih, dan penguatan angkatan laut di dekat Teluk dan Mediterania Timur.
Sebagian besar pengerahan ini berpusat di Pangkalan Udara Al Udeid di Qatar, pusat operasi udara Amerika di kawasan.
Teheran memandang hal ini sebagai bagian dari eskalasi yang lebih luas terkait pakta pertahanan AS-Qatar yang baru ditandatangani, di mana Presiden Donald Trump berjanji bahwa setiap serangan terhadap wilayah Qatar akan memicu respons militer AS.
Dari sudut pandang Teheran, perjanjian ini menjadikan Qatar sebagai platform operasi maju bagi ambisi regional AS, secara efektif memperluas perimeter keamanan Washington ke jantung Teluk Persia.
Pejabat Iran berpendapat bahwa pakta tersebut mengaburkan garis antara pertahanan dan agresi, memberi AS dalih untuk memperluas kehadirannya dengan kedok “melindungi sekutu.”
Analis: Eskalasi Bertujuan Membendung Iran
Pengamat politik Iran menyoroti waktu penandatanganan perjanjian ini, yang bertepatan dengan meningkatnya ketegangan yang melibatkan “Israel” dan kelompok perlawanan regional.
Mereka menilai bahwa AS berusaha mengonsolidasikan pengaruhnya atas negara-negara Teluk sekaligus membatasi posisi regional Iran.
Pejabat Teheran mengecam pakta ini sebagai bukti lebih lanjut bahwa kebijakan Washington berakar pada pemaksaan, bukan diplomasi, memperkuat siklus militerisasi dan campur tangan eksternal.
Kampanye Tekanan Maksimum Telah Gagal
Dalam perkembangan terkait, Dewan Tertinggi Keamanan Nasional Iran memperingatkan bahwa setiap tindakan bermusuhan terhadap Republik Islam atau infrastruktur nuklirnya — termasuk upaya untuk menghidupkan kembali sanksi Dewan Keamanan PBB yang sudah kedaluwarsa melalui apa yang disebut mekanisme snapback — akan memicu penangguhan segera kerja sama dengan IAEA.
Sementara itu, Ebrahim Azizi, ketua Komite Keamanan Nasional dan Kebijakan Luar Negeri Parlemen Iran, menegaskan bahwa kampanye “tekanan maksimum” Washington telah gagal.
“Mereka yang berada di balik kebijakan ini akan menyesal kali ini lebih dari sebelumnya,” tegas Azizi, menekankan keyakinan Iran pada kegagalan pemaksaan Barat.
Meskipun pengerahan militer AS terus meningkat dan adanya jaminan pertahanan bagi sekutu regionalnya, Teheran tetap bersikap melawan.
Para pemimpin Iran menegaskan bahwa tidak ada tekanan eksternal yang akan memaksa Republik Islam untuk menyerah, dan berjanji memberikan respons tegas terhadap setiap agresi terhadap kedaulatan, rakyat, atau infrastruktur nuklirnya. (FBG)