Jenderal Qaani Ungkap Detail Baru Hari-Hari Terakhir Sayyid Nasrallah & Perang 66 Hari Hizbullah
Komandan Pasukan Quds IRGC memaparkan koordinasi di balik layar, penggunaan bahan kimia oleh Israel, serta ketangguhan Poros Perlawanan
Iran, FAKTAGLOBAL.COM - Komandan Pasukan Quds Iran, Jenderal Esma’il Qaani, mengungkap sejumlah detail baru terkait hari-hari terakhir Sayyid Hassan Nasrallah dan perang 66 hari yang dilancarkan rezim Zionis terhadap Lebanon.
Ia menyebut konflik itu sebagai salah satu perang paling tidak berimbang dalam sejarah kontemporer, namun memperlihatkan keteguhan luar biasa Poros Perlawanan.
Dalam sebuah wawancara televisi untuk mengenang kesyahidan Sayyid Nasrallah, Jenderal Qaani menegaskan bahwa operasi-operasi Hizbullah terhadap pemukim Zionis merupakan “tugas ilahi, Islami, dan moral” yang dijalankan dengan kebijaksanaan, ketelitian, dan kejernihan spiritual.
“Serangan Hizbullah bukan tindakan acak,” ujarnya. “Semua merupakan bagian dari rencana sadar berbasis iman untuk membela kaum tertindas — dan dipandu langsung oleh Sayyid Hassan Nasrallah.”
Tidak Ada yang Tahu Operasi 7 Oktober
Jenderal Qaani menyampaikan bahwa tidak ada dari jajaran pimpinan Hizbullah maupun para pemimpin puncak Hamas yang mengetahui waktu pasti pelaksanaan Operasi Badai al-Aqsa pada 7 Oktober.
“Saat operasi dimulai, Ismail Haniyah sedang menuju bandara untuk terbang ke Irak. Tak seorang pun di luar lingkaran pelaksana mengetahui bahwa pagi itu operasi dimulai,” jelasnya.
Namun, menurut Qaani, Nasrallah sudah menyiapkan front selatan Lebanon dengan menyelaraskan kesiapan sosial, militer, dan spiritual, sesuai taklif agama. Waktu pelaksanaan dipilih pada malam ketika wilayah selatan cenderung lebih sepi — sebuah isyarat kehati-hatian dan tanggung jawab yang khas.
“Sayyid al-Muqawamah” & Ujian Terakhir
Dalam pekan-pekan terakhirnya, Sayyid Nasrallah mengelola perang militer sekaligus psikologis dengan ketenangan penuh.
“Nyaris dua pekan beliau memilih diam, dan justru dalam keheningan itu musuh ketakutan,” kata Qaani.
Terkait tragedi ledakan pager yang menewaskan dan melukai ribuan orang, Nasrallah merespons dengan ketabahan:
“Seandainya masyarakat kita bukan masyarakat Imam Husaini, musibah-musibah ini mustahil tertanggungkan.”
Meski protokol keamanan diperketat, Qaani menyebut, “jalan kesyahidan menjadi ketetapan takdirnya.”
Penggunaan Bahan Kimia dalam Pembunuhan Nasrallah
Salah satu pernyataan paling penting Qaani adalah konfirmasi penggunaan agen kimia oleh Israel dalam serangan yang menewaskan Sayyid Nasrallah.
“Tak sanggup menahan tekanan Hizbullah, rezim itu menempuh kejahatan perang,” tegasnya. “Selain bom berat, mereka memakai bahan kimia — meski langkah-langkah proteksi telah diambil — dan itulah yang akhirnya merenggut nyawa Sayyid.”
Ia menyebut kepergian Nasrallah sebagai peristiwa amat besar: “Beliau bukan sekadar pemimpin Hizbullah, melainkan gunung penopang Lebanon.”
Lompatan Perang: dari 7 Menit menjadi 7 Detik
Qaani menjelaskan perubahan drastis taktik Israel pada perang 2025.
“Pada 2006, jeda dari deteksi target hingga hantaman sekitar tujuh menit,” ujarnya. “Kini, jedanya kurang dari tujuh detik karena drone musuh sudah dipersenjatai dan langsung menembak seketika.”
Meski menghadapi keunggulan teknologi, disiplin, struktur komando yang terdesentralisasi, dan ketahanan spiritual membuat Hizbullah bertahan 66 hari — lebih lama dari perang-perang sebelumnya.
“Setiap sektor memiliki komando, unit, dan kemandirian logistik. Di bawah hujan api tanpa henti, koordinasi tetap terjaga.”
Israel Terpaksa Meminta Gencatan Senjata
Di penghujung perang, kata Qaani, Israel “terpaksa meminta gencatan senjata” setelah gagal mencapai sasaran nyata.
“Jika mereka mampu melanjutkan, mereka tidak akan berhenti,” katanya.
Beberapa hari sebelum jeda tembak, Hizbullah menembakkan lebih dari 350 roket hanya dalam satu hari, mematahkan klaim Israel bahwa kemampuan rudal Hizbullah telah dilumpuhkan.
Kepemimpinan Sayyid Hashem Safi al-Din
Qaani memberi penghormatan kepada Sayyid Hashem Safi al-Din, yang disebutnya sebagai pilar sipil dan kultural Hizbullah dengan kerendahan hati luar biasa. Ia mengaku bertemu Sayyid Hashem beberapa hari sebelum kesyahidannya.
“Kami salat Maghrib bersama, berdiskusi hingga larut. Jelas bagi saya, beliau punya rencana untuk tiap urusan — dari koordinasi militer hingga kerja-kerja kemanusiaan.”
Pasca kesyahidan Nasrallah, kepemimpinan Sayyid Hashem menjaga kesatuan Hizbullah dan mencegah keterpecahan.
Keterlibatan AS & Barat
Qaani menyoroti keterlibatan langsung Amerika Serikat, NATO, dan sebagian rezim Arab dalam perang.
“Ini bukan semata perang Israel,” katanya. “Ini perang yang disokong kekuatan-kekuatan besar yang memasok seluruh instrumen militer modern.”
Ia menyebut diamnya AS dan standar ganda Barat membuat Israel melanggar kesepakatan, termasuk Resolusi DK PBB 1701.
“Hizbullah memilih menahan eskalasi dengan kesabaran revolusioner dan kebijaksanaan — dan itu akan membuahkan hasil.”
Strategi Perlawanan: Menang lewat Keteguhan
Menurut Qaani, strategi Perlawanan dibangun di atas ketabahan yang menghasilkan kemenangan.
“Di tengah kerugian, Perlawanan justru menguat. Yaman meningkatkan jangkauan misil dari 12 menjadi 800 kilometer; Hamas dan Jihad Islam kian kapabel. Ujian mengasah pedang perlawanan — makin tajam.”
Ia menambahkan, superioritas moral-ideologis Poros Perlawanan menjamin keberhasilan akhir.
“Kini wajah asli rezim Zionis dan kepalsuan Amerika kian terang. Jutaan orang turun ke jalan untuk Palestina — bukti batas antara hak dan batil semakin jelas.”
Ketahanan Hizbullah di Bawah Sheikh Naim Qassem
Qaani memuji Sheikh Naim Qassem sebagai simbol kelanjutan dan kekuatan.
“Ketegasan beliau menghadapi tekanan AS dan Israel meneguhkan keyakinan rakyat bahwa keamanan Lebanon dijamin oleh keberadaan Hizbullah,” ujarnya.
Ia menekankan tentara dan publik Lebanon memahami bahwa tak ada institusi negara yang dapat menggantikan peran strategis Hizbullah dalam menjaga stabilitas.
Qassem Soleimani & Hassan Nasrallah: Persahabatan yang Mematri Jalan Kemenangan
Menutup pernyataan, Qaani mengenang persahabatan mendalam antara Syahid Qassem Soleimani dan Syahid Sayyid Hassan Nasrallah.
“Mereka bekerja dengan ketulusan dan ketegasan yang tiada banding. Keteguhan Hizbullah hari ini adalah buah visi bersama keduanya.”
Qaani menegaskan, Poros Perlawanan akan terus melaju:
“Yang berdiri bersama Hizbullah adalah pemenang; yang memusuhinya akan tumbang bersama rezim Zionis dan sekutunya.”


