Kemenlu Yaman Tolak Perpanjangan Sanksi PBB: Resolusi ini Politis dan Tak Berimbang
Resolusi 2801 dinilai sebagai keputusan politis dan tidak berimbang; Washington dan London dituduh menggunakan PBB untuk melegitimasi eskalasi regional sambil mengabaikan posisi Yaman dan penderitaan
Yaman, FAKTAGLOBAL.COM — Kementerian Luar Negeri Yaman dengan tegas mengecam keputusan Dewan Keamanan PBB untuk memperbarui sanksi terhadap Yaman, menyebut langkah tersebut sebagai cerminan kepentingan Amerika Serikat di kawasan.
Dalam sebuah pernyataan, Pelaksana Tugas Menteri Luar Negeri Abdu Al-Wahid Abu Ras mengatakan bahwa Resolusi 2801 didasarkan pada klaim yang dibuat oleh pihak-pihak yang terlibat dalam perang melawan Yaman, sementara perspektif Yaman sendiri terus diabaikan.
Ia mencatat bahwa Washington dan London berusaha menggunakan resolusi tersebut untuk melegitimasi militerisasi Laut Merah dan mengancam jalur pelayaran di Laut Merah dan Laut Arab.
Abu Ras menegaskan bahwa resolusi Dewan Keamanan “tidak akan mengubah posisi Yaman mengenai perjuangan Palestina.” Ia juga memuji negara-negara yang abstain dalam pemungutan suara, sambil berharap kedepannya sikap mereka akan lebih kuat.
Ia lebih lanjut mengkritik Panel Ahli PBB, dengan mengatakan bahwa Yaman tidak mengakui atau berinteraksi dengan panel tersebut karena sifatnya yang politis dan laporan-laporannya yang “penuh informasi menyesatkan dan narasi palsu.” Ia menambahkan bahwa laporan terbaru berisi banyak ketidakakuratan dan klaim yang menyesatkan.
Abu Ras mengakhiri pernyataannya dengan memperingatkan pihak internasional dan regional agar tidak menggunakan resolusi tersebut sebagai dalih untuk merugikan kepentingan Yaman, seraya menyebutkan bahwa “sejarah terbaru memberikan pelajaran yang jelas” terkait tindakan semacam itu.
Yaman Memperingatkan Penyalahgunaan Resolusi untuk Membenarkan Militerisasi Laut Merah
Dewan Keamanan PBB baru-baru ini mengadopsi draf resolusi yang disponsori Inggris, memperpanjang sanksi terhadap Yaman selama 12 bulan lagi. Keputusan tersebut disahkan dengan 13 suara mendukung dan abstain dari Rusia serta China.
Sana’a berpendapat bahwa resolusi semacam ini hanya memperluas kehadiran militer Barat di perairan regional atas dalih penegakan sanksi, sambil mengabaikan akar ketidakstabilan — yaitu blokade, agresi asing, dan pelanggaran yang meningkat terhadap Yaman.
Perpanjangan resolusi tersebut juga mencakup mekanisme pemantauan yang diperluas, menargetkan apa yang digambarkan Dewan sebagai bahan “dual-use” yang dapat digunakan dalam pembuatan senjata. Abu Ras mengatakan bahwa ketentuan ini mencerminkan upaya untuk mengkriminalisasi kemampuan pertahanan Yaman, sembari mengabaikan eskalasi militer oleh kekuatan asing.
Rusia dan China Abstain, Kritik Ketentuan Inspeksi Maritim
Paket sanksi yang diperbarui ini berisi ketentuan terkait intersepsi maritim, yang mewajibkan negara anggota PBB untuk memeriksa kapal yang beroperasi di Laut Merah dan perairan sekitarnya.
Langkah ini mendapat kritik dari kekuatan besar:
China abstain, mengecam klausul inspeksi maritim sebagai “sewenang-wenang.”
Rusia menyebut teks tersebut “tidak berimbang” dan “politis.”
Kedua negara menilai bahwa resolusi tersebut gagal mencerminkan pendekatan yang netral atau konstruktif dan justru dapat meningkatkan ketegangan di wilayah yang sudah tidak stabil.
Sanksi yang Diperbarui Abaikan Blokade, Krisis Kemanusiaan, dan Agresi Asing
Keputusan tersebut muncul di tengah meningkatnya ketegangan di Laut Merah dan eskalasi asing yang terus berlanjut terhadap Yaman, yang menurut Sana’a sedang dilegitimasi melalui keputusan-keputusan PBB seperti ini.
Yaman mengatakan bahwa sanksi yang diperpanjang itu gagal menangani:
blokade yang sedang berlangsung,
penderitaan kemanusiaan,
eskalasi militer regional,
dan agresi asing terhadap Yaman.
Sana’a menegaskan bahwa tanpa menghadapi isu-isu utama tersebut, tidak ada resolusi internasional yang dapat memberikan kontribusi nyata bagi perdamaian atau stabilitas — dan justru berisiko mendorong intervensi asing lebih lanjut dengan dalih mandat PBB. (FG)


