KETERLALUAN! Kepala Staf Israel Sebut Garis Kuning Gaza “Perbatasan Baru”
Tel Aviv Isyaratkan Upaya Aneksasi Jangka Panjang di Bawah Kesepakatan yang Diatur AS. Pernyataan Zamir secara langsung bertentangan dengan ketentuan bahwa penarikan itu bersifat sementara
Palestina, FAKTAGLOBAL.COM – Letnan Jenderal Eyal Zamir, Kepala Staf pasukan pendudukan Israel, secara terbuka menyatakan pada hari Minggu bahwa apa yang disebut “Garis Kuning” di Gaza kini berfungsi sebagai “perbatasan baru” — sebuah pengakuan yang mengungkap proyek jangka panjang untuk merebut wilayah dengan memanfaatkan kedok gencatan senjata yang dimediasi Amerika Serikat.
Berbicara kepada pasukan cadangan di dalam Gaza, Zamir mengatakan bahwa pasukan pendudukan berniat tetap bertahan di sepanjang garis tersebut, yang ia gambarkan sebagai zona keamanan dan operasional permanen yang memisahkan Gaza dari wilayah Palestina lainnya.
Pernyataannya itu secara langsung bertentangan dengan ketentuan gencatan senjata yang menetapkan bahwa penarikan pasukan hanya bersifat sementara dan prosedural.
Pengakuan Zamir menegaskan apa yang telah lama diperingatkan oleh kelompok perlawanan Palestina: rezim Israel menggunakan gencatan senjata untuk menegakkan pembagian strategis Gaza, memperkuat pendudukan militer, dan menciptakan fakta permanen di lapangan.
Benteng Pasir, Pos Militer, dan Drone: Israel Membangun Garis Depan Militer Baru
Laporan dari The Wall Street Journal mengungkap bahwa Israel telah memerintahkan pembangunan fisik pada Garis Kuning, mengubahnya menjadi batas militer yang diperkuat. Instalasi baru tersebut mencakup:
• Gundukan pasir setinggi dua lantai dengan kawat berduri di bagian atas
• Penanda beton berwarna kuning di sepanjang garis demarkasi
• Pos-pos militer baru yang mengawasi kawasan hancur seperti Shujaiyah
• Unit lapis baja dan drone untuk pengawasan terus-menerus
• Jalan pasir baru untuk mendukung pergerakan militer
Para pejabat militer mengakui bahwa baru 10–20 persen penandaan garis tersebut selesai, menandakan percepatan pembangunan dalam beberapa bulan mendatang.
Keputusan ini sejalan dengan proposal sebelumnya yang dikabarkan diajukan oleh utusan AS Jared Kushner dan Wakil Presiden JD Vance untuk membelah Gaza dan “membangun kembali” wilayah di belakang garis tersebut — sebuah rencana yang banyak dikritik sebagai rekayasa demografis dan upaya pemaksaan konfigurasi wilayah.
Gencatan Senjata Hanya di Atas Kertas: Ratusan Tewas Sejak Kesepakatan Dimulai
Meski kerangka gencatan senjata diumumkan, serangan Israel terus berlangsung di seluruh Gaza. Sejak kesepakatan diberlakukan, sedikitnya 370–375 warga Palestina tewas, dengan rata-rata delapan korban sipil per hari. Anak-anak tetap menjadi korban utama.
Kematian dua bersaudara Fadi dan Jomaa Tamer Abu Assi, usia 8 dan 11 tahun, pada 29 November adalah gambaran jelas kebrutalan penegakan “garis kuning” yang tidak sah itu.
Kedua anak tersebut gugur akibat serangan drone Israel saat mencoba kembali ke rumah. Rumah mereka berada di dalam apa yang disebut “zona merah”, tetapi garis kuning sendiri tidak memiliki tanda fisik atau penunjuk apa pun — sebuah ambiguitas yang disengaja, menjadikan kehidupan sehari-hari sebagai perangkap mematikan bagi warga sipil.
Perbatasan Rekayasa untuk Aneksasi dan Pemindahan Paksa
Dengan menyebut Garis Kuning sebagai “perbatasan baru”, Israel menunjukkan niatnya untuk:
• Menganeksasi wilayah di dalam Gaza dengan kedok operasi militer
• Menerapkan pemisahan demografis dan pemindahan paksa
• Mendesain ulang geografi internal Gaza untuk memecah masyarakat Palestina
• Mempertahankan dominasi militer permanen terlepas dari ketentuan gencatan senjata
Langkah ini merupakan pola lama aneksasi bertahap yang kini dilaksanakan dengan dukungan politik dan keamanan yang jelas dari Amerika Serikat.
Perspektif Perlawanan
Bagi kelompok perlawanan Palestina, pernyataan Zamir menegaskan bahwa gencatan senjata hanyalah instrumen politik bagi pasukan pendudukan dan para pendukungnya di Washington — bukan jalan menuju deeskalasi atau perlindungan warga sipil.
Militerisasi Garis Kuning, pembunuhan berkelanjutan terhadap warga sipil, dan upaya Israel merombak batas-batas Gaza menunjukkan sebuah proyek kolonial baru yang tengah dipaksakan.
Saat Gaza terus menguburkan para syuhadanya, kelompok perlawanan dan masyarakat Palestina melihat Garis Kuning bukan sebagai perbatasan, melainkan sebagai front baru dalam proyek perampasan tanah Israel — sebuah proyek yang dilindungi Amerika Serikat dan dijalankan dengan kekerasan sistematis di lapangan. (FG)


