Mantan Pejabat AS: Serangan Kapal Venezuela adalah ‘Pembunuhan, Bukan Perang’
Mantan penasihat Pentagon menyebut serangan drone AS di Venezuela sebagai “pembunuhan,” menegaskan tidak ada ancaman segera dan tidak ada dasar hukum untuk aksi militer.
Amerika Serikat, FAKTABERITAGLOBAL.COM – Pentagon telah memblokir staf senior Kongres untuk menerima pengarahan rahasia mengenai serangan drone mematikan di lepas pantai Venezuela, sehingga menambah kekhawatiran atas legalitas, pengawasan kewenangan perang, serta meluasnya kampanye militer pemerintahan Trump di kawasan Karibia.
Awal bulan ini, pasukan AS melancarkan serangan drone yang menewaskan 11 orang di atas sebuah kapal dekat Venezuela.
Operasi yang diklaim sebagai bagian dari kampanye “anti-narkoterorisme” itu langsung menuai kritik keras dari legislator, pakar hukum, dan pegiat HAM.
Para pengkritik menilai serangan tersebut tidak mendapat otorisasi Kongres, melanggar hukum internasional, serta menandai eskalasi berbahaya dari operasi militer AS di kawasan.
Rincian Serangan Tetap Diselimuti Kerahasiaan
Pada hari Senin, Presiden Donald Trump mengonfirmasi serangan kedua terhadap kapal lain di wilayah tanggung jawab Komando Selatan AS (SOUTHCOM), yang meliputi Karibia dan Amerika Latin. Melalui unggahan di TruthSocial, Trump menyatakan:
“WASPADALAH — JIKA ANDA MENGANGKUT NARKOBA YANG DAPAT MEMBUNUH ORANG AMERIKA, KAMI SEDANG MEMBURU ANDA!”
Meskipun Trump merilis rekaman editan dari kedua serangan tersebut, rincian penting terkait perencanaan, pelaksanaan, dan dasar hukum tetap dirahasiakan serta tidak dibagikan kepada Kongres.
Laporan juga menyebut kapal Venezuela itu mungkin sedang berbalik menuju pantai ketika diserang, dengan para penyintas diduga tewas dalam serangan lanjutan.
Kongres Dihalangi, Legislator Lontarkan Protes
Pentagon melarang staf senior DPR dan komite pengawas utama mengikuti pengarahan, dengan alasan protokol keamanan yang ditingkatkan. Hanya sejumlah kecil staf Komite Angkatan Bersenjata yang diizinkan menerima pembaruan rahasia, sementara komite yang berwenang mengawasi kekuasaan perang dikecualikan.
Anggota DPR Sara Jacobs mengecam langkah tersebut dengan tegas:
“Inilah sebabnya mengapa saat ini sangat penting bagi Kongres untuk merebut kembali tanggung jawab kami dalam kewenangan perang.”
Senator Tim Kaine bersama lebih dari dua lusin senator Demokrat mengirim surat kepada Gedung Putih berisi sepuluh pertanyaan spesifik tentang serangan drone tersebut.
Sementara itu, Rep. Ilhan Omar mengajukan resolusi untuk mengakhiri permusuhan terhadap Venezuela dan organisasi yang secara sepihak ditetapkan sebagai “kelompok teroris.”
Pakar Hukum Kecam Serangan: ‘Pembunuhan yang Direncanakan’
Mantan penasihat Pentagon mengecam serangan drone itu, menyebutnya sebagai “pembunuhan” dan bukan tindakan perang yang sah. Ia menegaskan tidak ada ancaman segera, dan pelabelan kartel sebagai “kelompok teroris” tidak memberikan otorisasi untuk menggunakan kekuatan militer.
“Pembunuhan terhadap 11 orang ini ilegal. Ini adalah pembunuhan yang sudah direncanakan,” ujarnya.
“Menurut hukum domestik maupun hukum HAM internasional, penggunaan kekuatan mematikan hanya dibenarkan dalam kasus ancaman yang bersifat segera.”
Sarah Yager, Direktur Human Rights Watch Washington, juga memperingatkan:
“Presiden ini percaya bahwa ia dapat membunuh siapa pun, di mana pun, dalam kondisi apa pun, dan tidak harus memberikan pembenaran.”
Jejak Militer AS Meluas di Karibia
Serangan drone tersebut adalah bagian dari eskalasi yang lebih luas. Pada hari Sabtu, kapal perusak Angkatan Laut AS menaiki kapal tuna Venezuela dan menahan sembilan nelayan selama delapan jam. Caracas mengecam insiden itu sebagai tindakan “permusuhan” sekaligus pelanggaran terhadap kedaulatan.
Keberadaan militer AS di kawasan meningkat drastis dengan:
4.500 pasukan dikerahkan,
Tujuh kapal perang dan satu kapal selam bertenaga nuklir,
Jet siluman F-35 ditempatkan di Puerto Rico,
Drone MQ-9 Reaper terlihat di Stasiun Udara Penjaga Pantai Borinquen,
Renovasi dilakukan di bekas Pangkalan Angkatan Laut Roosevelt Roads di Puerto Rico.
Menteri Luar Negeri Marco Rubio memperingatkan secara terbuka bahwa operasi semacam itu akan terus berlanjut, sementara Menteri Perang Pete Hegseth menegaskan bahwa perubahan rezim di Venezuela adalah “keputusan level presiden.”
Kekhawatiran Perang Tanpa Akhir Baru di Amerika Latin
Bulan lalu, Trump menandatangani arahan rahasia yang mengizinkan penggunaan kekuatan militer terhadap kartel Amerika Latin yang ditetapkan sebagai organisasi teroris. Ia juga menggandakan hadiah atas informasi yang mengarah pada penangkapan Presiden Venezuela Nicolás Maduro menjadi 50 juta dolar.
Rep. Jacobs memperingatkan:
“Kita tidak boleh membiarkan Donald Trump menyeret kita ke dalam perang tanpa akhir lainnya, yang akan dibayar generasi termuda dengan nyawa dan pajak mereka.”
(FBG)



