Protes Gen Z di Nepal Picu Transisi Politik
Gerakan anak muda gulingkan perdana menteri, timbulkan krisis nasional, dan dorong tuntutan perubahan sistemik
Nepal, FAKTABERITAGLOBAL.COM - Nepal tengah menghadapi salah satu krisis politik terbesar dalam dua dekade terakhir.
Gelombang protes besar-besaran yang dipimpin generasi muda Gen Z memicu runtuhnya pemerintahan dan membuka babak baru dalam perpolitikan negara Himalaya tersebut.
Aksi dimulai awal pekan ini sebagai respons terhadap larangan pemerintah atas penggunaan media sosial, yang memantik kemarahan publik akibat korupsi mendalam dan lemahnya tata kelola. Gelombang protes itu dengan cepat meningkat menjadi kerusuhan nasional.
Sedikitnya 19 orang dilaporkan tewas dalam bentrokan, sementara gedung parlemen di Kathmandu dibakar massa, menandai eskalasi paling serius dalam 20 tahun terakhir.
Militer Bertemu Perwakilan Gerakan
Pada Rabu, 10 September, Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Ashok Raj Sigdel bertemu dengan perwakilan gerakan pemuda guna menenangkan situasi dan mencari jalan keluar.
Juru bicara militer mengatakan pihaknya kini melakukan “konsultasi dengan pemangku kepentingan terkait,” termasuk para aktivis muda yang memimpin demonstrasi.
Rakshya Bam, salah satu tokoh muda yang hadir, menyampaikan:
“Saat ini nama Sushila Karki muncul untuk memimpin pemerintahan interim, kami menunggu langkah dari presiden. Pembicaraan difokuskan pada bagaimana kita bisa maju sambil menjaga perdamaian dan keamanan negara.”
Sushila Karki Jadi Kandidat Utama
Di tengah kekacauan, mantan Ketua Mahkamah Agung Sushila Karki, 73 tahun, muncul sebagai kandidat utama untuk memimpin pemerintahan sementara. Karki, yang juga akademisi terkemuka, dikenal luas karena sikap tegasnya melawan korupsi dan reputasinya sebagai figur netral.
Berbicara kepada AFP, ia menekankan pentingnya kebersamaan para ahli untuk menavigasi masa transisi:
“Para pakar perlu bersatu untuk menemukan jalan ke depan,” ujarnya, sambil menegaskan bahwa “parlemen masih berdiri.”
Meski banyak aktivis muda mendukungnya, perdebatan tetap terjadi dalam gerakan yang sifatnya terdesentralisasi.
Perpecahan di Tubuh Gerakan
Di platform daring seperti Discord, ribuan pemuda Nepal memperdebatkan pilihan kepemimpinan dan arah jangka panjang gerakan. Diskusi itu memperlihatkan semangat sekaligus fragmentasi gerakan, yang tidak memiliki kepemimpinan tunggal.
“Perpecahan itu wajar,” kata jurnalis Pranaya Rana. “Dalam gerakan yang terdesentralisasi, pasti ada kepentingan dan suara yang saling bersaing.”
Meski reputasi Karki sebagai tokoh antikorupsi membuatnya populer, sebagian kalangan menyoroti catatan kontroversialnya, termasuk pemakzulan pada 2017 karena dugaan bias pribadi.
Jalanan dalam Pengawasan Militer
Tentara masih berjaga di seluruh Kathmandu, dengan pos pemeriksaan di berbagai titik penting. Meskipun ibu kota tampak tenang pada Kamis, ketegangan tetap terasa. Militer mendesak para pengunjuk rasa menunjuk perwakilan untuk melanjutkan perundingan.
Namun di balik ketenangan rapuh itu, gerakan tetap bersuara lantang menuntut perubahan sistemik. Bagi banyak pengunjuk rasa, pembentukan pemerintahan sementara hanyalah langkah awal dari transformasi politik yang lebih besar.
Menuju Transisi Politik Baru
Nepal, dengan populasi hampir 30 juta jiwa, kini berada di ambang transisi politik yang menentukan. Pemberontakan Gen Z tidak hanya menggulingkan perdana menteri, tetapi juga mengubah peran aktivisme anak muda dalam menentukan masa depan negara.
Kemunculan Sushila Karki sebagai figur kompromi memberi secercah harapan akan stabilitas di masa interim. Namun perpecahan internal gerakan dan dinamika negosiasi politik menunjukkan bahwa perjalanan Nepal melewati krisis ini baru saja dimulai. (FBG)