Sheikh Qassem di Hari Syuhada: Kami Tak Terkalahkan, Kemenangan atau Kesyahidan
“Darah para syuhada dan pengorbanan rakyat kami mendorong kami untuk terus maju. Kami tak terkalahkan — dianugerahi kemenangan atau kesyahidan.”
Lebanon, FAKTAGLOBAL.COM — Pada Hari Syuhada, Sekretaris Jenderal Hizbullah Yang Mulia Sheikh Naim Qassem menyampaikan pidato yang tegas dan sarat spiritualitas dengan slogan “Ketika Kami Syahid, Kami Menang,” sebagai penghormatan kepada Syahid Umat, Sayyed Hassan Nasrallah, yang kini namanya menjadi simbol keteguhan, martabat, dan keyakinan abadi di jalan pembebasan.
Berbicara di hadapan massa besar yang berkumpul di 11 wilayah Lebanon, dari Beirut dan Nabatieh hingga Baalbek dan Hermel, Sheikh Qassem menegaskan kembali bahwa gerakan para syuhada bukanlah gerakan kesedihan, melainkan gerakan kemenangan dan keteguhan.
“Syuhada menolak jalan kehinaan. Ia hanya mencari kehidupan yang bebas dan bermartabat,” ujarnya.
Syahid Ahmad Qassir: Teladan Iman dan Pengorbanan
Peringatan tersebut bertepatan dengan peringatan operasi kesyahidan Ahmad Qassir, seorang pejuang muda perlawanan yang pada tahun 1982 mengorbankan dirinya dalam serangan yang mengguncang markas besar pemerintahan militer pendudukan Israel di Tyre, menewaskan 76 perwira dan prajurit Israel serta melukai 118 lainnya.
Sheikh Qassem menggambarkan operasi Qassir — yang direncanakan di bawah pengawasan Haj Imad Mughniyeh dan Haj Abu Al-Fadl Karaki — sebagai:
“Tindakan iman yang menentukan dan menggambar peta pembebasan bagi semua yang menapaki jalan kesyahidan.”
Ia menambahkan:
“Darah Ahmad Qassir menyuburkan generasi kami, membangun iman kami, dan membuka jalan bagi penarikan Israel yang memalukan pada tahun 2000. Setiap syahid sejak itu — baik di medan perang maupun dalam pengabdian untuk perjuangan ini — berbagi dalam kehormatan abadi yang sama.”
Perlawanan: Perisai Lebanon dari Pendudukan
Sheikh Qassem menegaskan bahwa Hizbullah lahir dari kebutuhan untuk melawan pendudukan, bukan karena ambisi eksternal atau perpecahan internal. Ia mengingatkan bahwa ketika Israel menginvasi Lebanon pada 1982, mereka beralasan ingin mengusir faksi-faksi Palestina, namun yang mereka hadapi justru adalah bangkitnya Perlawanan Islam.
“Israel mundur bukan melalui negosiasi atau kesepakatan politik,” katanya, “melainkan karena pukulan Perlawanan dan tekad rakyat. Dari tahun 2000 hingga 2023, pencegahan tetap terjaga berkat persamaan emas yang menahan musuh.”
Dalam Perang Keteguhan yang Dahsyat, ia menyoroti bahwa 75.000 pasukan Israel gagal maju lebih dari beberapa ratus meter, membuktikan sekali lagi bahwa iman dan keteguhan mengalahkan senjata dan kesombongan.
Kedaulatan Lebanon di Bawah Tekanan AS dan Israel
Sheikh Qassem mengecam campur tangan Amerika dan Israel yang terus berlanjut dalam urusan internal Lebanon, memperingatkan bahwa apa yang disebut “bantuan” dan dukungan militer Washington kepada tentara Lebanon bertujuan untuk menghadapkannya melawan Perlawanan, bukan melawan musuh yang sebenarnya.
“Tom Barrack secara terbuka mengakui bahwa ia ingin mempersenjatai tentara Lebanon untuk menghadapi rakyatnya sendiri,” ungkap Sheikh Qassem. “Bagaimana mungkin pemerintah menerima penghinaan seperti itu?”
Ia mengkritik pemerintah yang terobsesi pada isu pelucutan senjata Hizbullah sambil mengabaikan pelanggaran-pelanggaran Israel, seraya menegaskan:
“Juru bicara UNIFIL mencatat lebih dari 7.000 pelanggaran Israel, sementara Hizbullah tidak melakukan satu pun. Namun mereka mengklaim bahwa Lebanon adalah masalahnya — padahal masalah sebenarnya adalah Israel.”
Sheikh Qassem menekankan bahwa kedaulatan Lebanon tidak boleh dinegosiasikan, dan menyerukan pemerintah untuk menyusun rencana nasional guna merebut kembali wilayah yang masih diduduki di selatan Sungai Litani serta menuntut penarikan pasukan Israel sebagaimana diatur dalam perjanjian gencatan senjata 27 November 2024.
Tekad Tak Tergoyahkan: “Kami Hidup dengan Kehormatan atau Mati dengan Kehormatan”
Dalam salah satu bagian paling kuat dari pidatonya, Sheikh Qassem menyatakan:
“Amerika dan Israel harus berputus asa; kami adalah anak-anak Husain, anak-anak tanah yang teguh ini. Kami tidak akan menyerahkan negeri kami kepada setan. Kami akan hidup dengan kehormatan, atau mati dengan kehormatan.”
Ia menegaskan bahwa Perlawanan tidak akan pernah meninggalkan senjatanya, yang ia sebut sebagai “alat suci untuk membela tanah, rakyat, dan martabat kami.”
“Kami tidak akan berlutut dan kami akan tetap berdiri,” lanjutnya. “Ini adalah era keteguhan dan pembentukan kemerdekaan. Pilihan kami jelas — kemenangan atau kesyahidan.”
Solidaritas dengan Palestina, Iran, Yaman, dan Irak
Sheikh Qassem menyampaikan salam hangat kepada rakyat Palestina dan Perlawanan mereka, menyebut mereka sebagai “pahlawan yang telah mengajarkan dunia apa artinya berdiri demi keadilan.”
Ia menegaskan kembali bahwa Palestina tetap menjadi kompas seluruh perjuangan.
Sheikh Qassem juga menyampaikan penghormatan kepada Republik Islam Iran, kepemimpinannya, dan Imam Sayyed Ali Khamenei, yang ia sebut sebagai “pendukung penuh kasih bagi Perlawanan.”
Dalam penutupnya, Sheikh Qassem menghormati para syahid Qassem Soleimani, rakyat Yaman —“barisan terdepan pembebasan” —
serta Irak, pemerintahnya, rakyatnya, dan suku-sukunya atas dukungan mereka yang tak tergoyahkan.
“Darah para syuhada dan pengorbanan rakyat kami mendorong kami untuk terus maju. Kami tak terkalahkan — dianugerahi kemenangan atau kesyahidan.”
Pesan untuk Kekuatan Arogan
Pidato Sheikh Naim Qassem pada Hari Syahid bukan sekadar peringatan — melainkan pesan strategis penentangan terhadap Amerika Serikat dan entitas Zionis: bahwa Perlawanan Lebanon tetap teguh, masyarakatnya hidup, dan imannya tak tergoyahkan.
Ketika ia mengakhiri pidatonya, kata-katanya bergema di hati para pejuang dan pendukungnya:
“Ini adalah era keteguhan. Kami tidak akan menyerah. Kami akan menang — dalam kehidupan atau dalam kesyahidan.” (FG)



