Terungkap: Palantir Terlibat dalam Serangan Pager Lebanon 2024 oleh Israel
Raksasa pengawasan AS dikaitkan dengan operasi mematikan yang menewaskan 42 orang dan melukai ribuan, memicu kembali kekhawatiran atas dukungan teknologi Washington terhadap operasi militer Israel
Lebanon, FAKTAGLOBAL.COM — Sebuah buku baru mengungkap bahwa Palantir, perusahaan analisis data dan pengawasan berbasis di Amerika Serikat, memainkan peran langsung dalam serangan pager yang dilakukan Israel di Lebanon pada 2024 — sebuah operasi yang menewaskan 42 orang dan melukai ribuan lainnya, termasuk warga sipil dan anggota keluarga para pejuang Hizbullah.
Menurut buku The Philosopher in the Valley: Alex Karp, Palantir, and the Rise of the Surveillance State karya Michael Steinberger, perangkat lunak Palantir digunakan Israel dalam “operasi militer di Lebanon” setelah eskalasi pada 7 Oktober 2023.
Pada 17 September 2024, ribuan pager milik anggota Hizbullah — dan warga sipil yang tidak terlibat aktivitas bersenjata — tiba-tiba meledak. Banyak perangkat sebelumnya menampilkan pesan “error” atau bergetar keras, memancing korban untuk mendekat sebelum terjadinya ledakan.
Keesokan harinya, perangkat komunikasi tambahan ikut meledak, termasuk di pemakaman publik para korban serangan hari sebelumnya.
Para ahli PBB mengutuk operasi tersebut sebagai pelanggaran hukum internasional yang “menggentarkan”, sementara sejumlah tokoh Israel merayakan dan bahkan mengejek kematian dan luka-luka yang terjadi.
Buku: Israel Tingkatkan Penggunaan Teknologi Palantir Setelah Perang Gaza Dimulai
Buku tersebut menyatakan bahwa Israel semakin bergantung pada teknologi Palantir setelah melancarkan perang di Gaza pada akhir 2023, dan mengintegrasikannya dalam berbagai operasi ofensif.
Steinberger menulis bahwa perangkat Palantir digunakan dalam misi yang “menghancurkan kepemimpinan teratas Hizbullah”, serta dalam Operation Grim Beeper, nama sandi untuk serangan September 2024 di mana pager dan walkie-talkie telah diledakkan dari jarak jauh setelah dipasangi jebakan.
Tingginya permintaan dari Israel membuat Palantir mengirim tim insinyur dari London guna membantu para operator Israel mengoptimalkan penggunaan sistem tersebut.
42 Tewas, Ribuan Cacat Akibat Serangan Terkoordinasi
Dua rangkaian ledakan itu menewaskan 42 orang dan meninggalkan ribuan lainnya dengan luka-luka parah — termasuk kebutaan, cedera wajah, dan amputasi anggota tubuh.
Korban terdiri dari anggota Hizbullah, warga sipil, serta kerabat yang berada di dekat perangkat ketika meledak.
Organisasi HAM menyebut serangan terkoordinasi ini sebagai yang belum pernah terjadi sebelumnya, menargetkan individu melalui perangkat komunikasi pribadi yang secara efektif berfungsi sebagai jebakan peledak berbasis teknologi digital.
Laporan PBB Kaitkan Palantir dengan Operasi Militer dan Pengawasan Israel
Laporan PBB yang dirilis oleh Pelapor Khusus Francesca Albanese pada Juli menyebut Palantir sebagai salah satu perusahaan teknologi AS yang berkontribusi pada operasi militer Israel, termasuk di wilayah Palestina yang diduduki.
Laporan tersebut menemukan bahwa Palantir menyediakan:
Teknologi predictive policing
Infrastruktur untuk percepatan pengembangan perangkat lunak militer
Platform kecerdasan buatan yang digunakan Israel untuk mengintegrasikan data medan perang dalam pengambilan keputusan otomatis selama perang di Gaza
Penyelidik PBB menyimpulkan bahwa terdapat alasan kuat untuk meyakini bahwa teknologi Palantir berperan dalam tindakan yang terkait dengan pendudukan ilegal, apartheid, dan genosida.
Albanese mendesak negara-negara anggota PBB untuk menghentikan hubungan dagang dan investasi dengan perusahaan yang mendukung operasi tersebut, serta meminta Mahkamah Pidana Internasional menyelidiki para eksekutif perusahaan yang terlibat dalam memfasilitasi kejahatan perang.
Pengawasan Semakin Ketat terhadap Perusahaan Teknologi AS yang Terlibat Operasi Israel
Kelompok HAM menilai keterlibatan Palantir menunjukkan pola yang lebih luas di mana perusahaan teknologi AS turut mendukung operasi militer Israel terhadap Lebanon dan Palestina. Para ahli PBB memperingatkan bahwa teknologi seperti milik Palantir telah menjadi bagian integral dari sistem pengawasan dan penargetan Israel yang mengakibatkan banyak korban sipil.
Seiring bertambahnya bukti, seruan untuk akuntabilitas — termasuk penyelidikan pidana terhadap aktor-aktor korporasi — terus meningkat di seluruh dunia. (FG)


